Benarkah Indonesia mempunyai banyak minyak bumi dan gas alam (migas)? Betulkah terhitung negeri ini berlimpah migas, lebih-lebih Indonesia tercatat jadi bagian negara-negara pengekspor minyak (OPEC)? Atau itu hanya mitos? “Indonesia sudah jadi net importer minyak sejak 2004. Dengan kondisi sekarang, Indonesia terhitung dapat jadi net importer gas terhadap 2024,” kata Kepala Bagian Program dan Pelaporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan Fill Rite Flow Meter
Berbicara di dalam berbagi session SKK Migas bersama dengan Tenaga Ahli dan Sekretariat Komisi VII DPR, Taslim mengatakan pula, bersama dengan tingkat memproduksi dan mengonsumsi saat ini lebih-lebih Indonesia dapat jadi net importer daya terhadap 2026.
Berdasarkan information SKK Migas, information memproduksi minyak Indonesia per Mei 2016 adalah 832.000 barrel per hari (BPOD), setara kurang lebih 1 persen memproduksi minyak dunia. Adapun memproduksi harian gas raih 8.215 MMSCFD. “Sejak 2003, memproduksi gas lebih besar daripada minyak,” ujar Taslim. Dulu, cadangan minyak Indonesia yang sudah terbukti raih kurang lebih 27 miliar barrel. Per Desember 2015, masih ada cadangan sebanyak 3,6 miliar barrel, setara 0,2 persen cadangan minyak dunia.
Sisa yang ada, menurut asumsi yang dirujuk SKK Migas hanya dapat bertahan hingga 10 tahun ke depan untuk tingkat pemanfaatan yang tak berubah dari sekarang. Padahal, mengonsumsi migas Indonesia rata-rata meningkat kurang lebih 8 persen per tahun, bersama dengan angka saat ini kurang lebih 1,6 juta barrel per hari.
Cadangan gas Indonesia pun tak lebih banyak daripada minyak. Merujuk information BP Statistical Review of World Energy terhadap 2015, saat ini Indonesia mempunyai cadangan gas di kisaran 100 TSCF, setara 1,5 persen cadangan gas dunia. Tantangan daya Indonesia Grafik information bersumber dari Wood Mackenzie seperti dirujuk SKK Migas berikut ini jadi salah satu gambaran tantangan pasokan migas Indonesia.
Meski demikian, diperkirakan Indonesia memang masih mempunyai cadangan minyak kurang lebih 43,7 miliar barrel. Tantangannya, wilayah cadangan berikut biasanya berada di kawasan laut dalam.
Data-data di atas merupakan tantangan bagi Indonesia. Untuk memperpanjang kemampuan pasokan migas dari di dalam negeri, eksplorasi sumber-sumber baru migas merupakan keharusan.
Masalahnya, eksplorasi bukan pekerjaan mudah dan murah. Upaya ini butuh teknologi tinggi dan ongkos mahal. Kehadiran investor jadi kebutuhan tak terelakkan dari kondisi ini. “Dana investasi untuk migas amat sedikit, dan Indonesia mesti beradu untuk mendapatkan alokasi dana investasi berikut kecuali dambakan menaikkan memproduksi minyak dan gas buminya
Survei yang digelar PwC Indonesia perihal industri migas mendapati setidaknya ada lima tantangan perihal investasi ke sektor ini. Pertama, keabsahan kontrak dan kepastian seputar perpanjangan kontrak bagi hasil. Kedua, kurangnya kebijakan dan visi yang konsisten antar lembaga pemerintah. Ketiga, penerbitan ketentuan tentang perpajakan atau penggantian ongkos (cost recovery) yang berdampak terhadap keputusan kontrak bagi hasil. Keempat, ketidakpastian seputar ongkos recovery dan audit pemerintah.
Terakhir, ketiadaan otoritas tunggal yang mampu merampungkan sengketa secara obyektif di berbagai departemen dan lembaga. Menurut Winzenried, para responden survei sangat percaya bahwa fokus terhadap aspek-aspek ini dapat menaikkan daya tarik iklim investasi Indonesia untuk migas secara signifikan, konsisten bersama dengan kesempatan geologis Indonesia yang kuat. Peserta survei, lanjut Winzenried, terhitung optimistis terhadap potensi peningkatan daya saing Indonesia, seiring bersama dengan investasi besar di sektor infrastruktur yang dipicu oleh kebijakan pemerintah saat ini. Di luar hasil survei tersebut, SKK Migas lihat pula perlunya peran aktif masyarakat untuk turut menciptakan iklim yang ramah investasi.
Jangan hingga pula investor sudah berkunjung tapi masih terhambat masalah sosial di lapangan untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi migas. Tantangan sektor migas tak hanya berupa angka memproduksi dan cadangan yang menipis, tapi terhitung dari harga migas dunia dan fluktuasi nilai tukar mata uang (kurs). Sekalipun harga migas dunia sedang di dalam tren turun, kurs rupiah yang belum memadai kuat dibandingkan mata uang asing menjadikan impor bukan solusi bagi kebutuhan daya di di dalam negeri.
Meski demikian, kata Winzenried, kondisi berikut terhitung mampu jadi kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan kebijakan investasi migas. Ujungnya, menarik alokasi dana investasi untuk eksplorasi dan pengembangan di Indonesia.
Kabar baiknya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi terhadap peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia mengatakan angka memproduksi minyak Indonesia perlihatkan kenaikan. “Untuk pertama kali sejak 2008, memproduksi minyak rata-rata harian naik dari 786.000 BPOD terhadap 2015 jadi 834.000 BOPD per Juli 2016.
Naik 6,2 persen,” sebut Amien. Menurut Amien, minat investasi terhitung masih mengalir ke sektor migas. Antara lain, sebut dia, nampak dari prinsip investasi untuk pengembangan Train 3 di Kilang LNG Tangguh, Papua Barat. “Nilai investasinya raih 8 miliar dollar AS,” sebut Amien. Dari awal tahun hingga Juli 2016, lanjut Amien, terhitung terkandung 21 Plan of Development (POD) dan Plan of Further Development (PoFD) yang sudah disetujui.