Validasi Data Terkait Daftar Penawar Sirup yang Dilarang
Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan terkait daftar 0bat sirup yang dilarang, yang menyebabkan para orang tua geger. Dalam daftar 0bat yang dirilis, ada setidaknya 15 brand 0bat batuk yang teridentifikasi memiliki kandungan 0bat-0batan berbahaya, seperti:
- Propylene glycol
- Ethylene glycol butyl ether
- Diethylene glycol
- Ethylene glycol monophenyl ether
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Syahril menegaskan bahwa pihak Kemenkes tidak pernah mengeluarkan daftar tersebut. Syahril mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan masih melakukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan BPOM, pakar epidemiolog, Ikatan Dokter Anak Indonesia, farmakolog, dan Pusat Laboratorium Forensik Polri. Saat ini Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.”
Senada dengan Kemenkes, BPOM juga mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan 0bat batuk yang menyebabkan gagal ginjal pada anak. Sementara itu, di kesempatan sebelumnya, Dante Saksono, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) mengatakan bahwa pemerintah sudah membuat instruksi untuk menghentikan penjualan 0bat batuk untuk sementara di semua apotek.
Dante mengatakan bahwa ada 15 sampai 18 0bat sirup yang mereka uji memiliki kandungan ethylene glycol. Ethylene glycol sendiri merupakan salah satu senyawa yang mempunyai kemungkinan penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Daftar 0bat Sirup yang Dilarang

102. Hupagrip Chlorphenamine Meleate – sirop).
Fenomena Gagal Ginjal Akut Pada Anak
Fenomena gagal ginjal akut pada anak yang terjadi baru-baru ini menjadi sorotan warganet karena temuan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI melaporkan, terdapat satu tren penyakit yang sedang mengalami kenaikan secara drastis sejak awal September lalu, yaitu gagal ginjal akut pada anak, di mana masalah ini banyak terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun (Balita).
Laporan ini IDAI buat setelah menerima laporan mengenai orang tua memeriksakan anak mereka dengan keluhan dan tanda-tanda yang hampir seragam. Gejala tersebut adalah demam, batuk pilek, diare, dan muntah. Selain itu, satu gejala yang anak rasakan adalah tidak bisa kencing. Hal ini terjadi karena ginjal pada anak tidak memproduksi urine, dan didapati kering dikala nakes memeriksa menggunakan kateter.
Kemudian pada pemeriksaan laboratorium, dokter menemukan ginjal anak yang mengalami banyak peradangan, termasuk di hati. Sistem darah anak pun ikut terganggu dengan banyaknya darah yang mengental dan menggumpal. Hal ini tidak cuma terjadi pada satu atau dua pasien saja, karena per Selasa, tercatat 206 kasus di 20 provinsi di Indonesia, di mana 99 dari mereka dinyatakan meninggal dunia.
Atas temuan ini, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan kemudian mengeluarkan surat keputusan mengenai pedoman tata laksana manajemen klinis didalam penanganan gagal ginjal akut. Selain itu, Kemenkes juga meminta para tenaga kesehatan untuk sementara waktu tidak meresepkan 0bat-0batan dalam bentuk cair atau sirup hingga hasil penelitian tuntas.
Penyebab Gagal Ginjal Akut Pada Anak
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSCM Hindra Irawan mengutarakan banyak aspek yang bisa jadi penyebab terjadinya gagal ginjal akut pada anak. Meski saat ini yang jadi sorotan adalah kandungan etilen glikol yang ada di dalam 0bat sirup.
Dia melanjutkan, jika hal ini terjadi sebaliknya, maka mungkin kejadian tersebut terjadi pada anak-anak tertentu. Sementara itu, untuk masalah ini, masih dalam penelitian, karena hal itu tergantung dari kerentanan anak dan aspek lain yang belum bisa diketahui.
“Jadi kelihatannya ini mereka meminum 0bat dan segera memberikan reaksi yang merugikan bagi yang bersangkutan karena bisa membentuk batu, merusak fungsi ginjal. Ginjal kan fungsinya untuk memfilter zat-zat racun yang dihasilkan dalam tubuh untuk dikeluarkan. Kalau ginjal terganggu fungsinya, maka zat-zat itu tidak bisa dikeluarkan, meracuni tubuh anak. Maka terjadilah kejadian-kejadian yang fatal. Jadi sesungguhnya itu tergantung dari kerentanan anak tersebut dan mungkin ada aspek lain yang belum kita temukan dan sedang diupayakan untuk diketahui.” Paparnya.